Hari ini mata ini menjadi saksi kiyamat
Hari ini nafasku tersedat melihat hati suci terkulai layu
Para musafir zaman terlebih dahulu meninggalkan kami
Diri yang penuh dengan lupur kekurangan
Terhempas kebelakang batin ini mendengarnya

Udara gelap menghempaskan ke langit-langit qalbu
Membahana tak terkendali dalam dosa
Taringmu menggigit kuat iman kami
Cakarmu mencabik-cabik dada indah Islam
Mencabik-cabik wajah menawan Mumammad
Kelak gigimu akan patah
Dan cakarmu akan koyak
Patah oleh kebodohan mu
Koyak oleh kesombongan mu

Mulutmu melafadzkan Kalam Tuhan
Pemahaman tak juga menghampiri pikiran
Matamu mengis memohon petunjuk
Hanya kebutaan dan kesesatan yang kalian dapat

Kesombonganlah yang telah menutup nurani kalian
Kesombongan yang pernah bercokol di diri Firaun
Yang harus kalian usir jauh dalam wujud kalian
Bukan malah memeluknya erat
Kalian merencanakan keburukan untuk saudara sendiri
Yang bernasib sama hidup di bumi
Hanya menunggu waktu Tuhan menegur tingkah bodoh mu
Teguran yang pernah di telan orang-orang sebelum mu
PASTI, TUHAN pasti akan datang untuk meminta pertanggung jawaban

Tak terajarkah kalian dengan laku orang-orang dulu
Orang-orang yang mencibir para Utusan
Utusan yang datang dengan kebenaran dan kepolosan
Kepolosan yang syarat dengan kasih sayang
Kasih sayang ibu terhadap anak-anaknya
Kejahilan kalian tidak akan dapat menyentuh arsy suci Tuhan
Sungguh kalian dalam keterpurukan

Ketahuilah, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan
Kekuatan mu, atau saudara mu atau kerabatmu atau mungkin kawan mu
Semua itu tidak berarti di mata Tuhan
Hanya sedikit rahmatnya Tuhan menangguhkan hukuman
Bila saatnya telah tiba, ku yakin semua itu ribuan kali lipan akan terasa menyakitkan
Sakit yang dengan Ridho-Nya kami mahrum darinya
Sakit yang hanya spesial dihadiahkan bagi kalian
Kalian WAHAI…penentang Utusan

Sufi, Medan 31 Mei 2010

Oleh: sufimurti | 31 Mei 2010

Berkat Berkelanjutan Dari Islam

Tuhan dari sebuah agama yang benar harus sejalan dengan logika dan sifat alam sehingga eksistensi Wujud-Nya bisa menjadi bukti bagi mereka yang berakal namun tidak memiliki kitab samawi yang bisa mereka imani. Tuhan demikian harus terbebas dari citra paksaan atau kepalsuan. Kesempurnaan seperti itu menjadi ciri daripada Tuhan yang dikemukakan oleh Kitab Suci Al- Quran. Para penganut agama lain sudah meninggalkan Tuhan yang asli sebagaimana yang dilakukan umat Kristen, atau mengenakan sifat-sifat rendah dan tidak patut kepada-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh para pagan (penyembah berhala) dan bangsa Arya. Tuhan dalam agama Islam adalah Tuhan yang benar yang bisa dilihat melalui cermin hukum alam dan nyata pada alam itu sendiri. Islam tidak ada menciptakan Tuhan yang baru, tetapi mengemukakan Tuhan yang sama sebagaimana digambarkan oleh nur hati dan kesadaran manusia, serta oleh langit dan bumi.

Sifat lain dari suatu agama yang benar adalah bahwa agama itu bukan merupakan kredo yang mati. Berkat dan keagungan yang dikembangkan di dalamnya dari sejak awal, harus tetap ada sampai dengan akhir dunia, demi peningkatan kesejahteraan umat manusia. Melalui tanda-tanda yang baru, bisa diteguhkan tanda-tanda di masa lalu dan dengan cara ini maka Nur kebenarannya tidak akan usang menjadi dongeng lama. Aku sudah lama selalu menulis bahwa Kenabian sebagaimana pengakuan dari Penghulu dan Junjungan kita Muhammad s.a.w. serta bukti-bukti samawi dalam bentuk tanda-tanda yang beliau kemukakan, masih tetap berlaku di dalam Islam dan dikaruniakan kepada para pengikut beliau agar mereka bisa mencapai tingkat pemahaman yang sempurna dan menyaksikan Allah s.w.t. secara langsung. Tanda-tanda yang katanya berasal dari Nabi Isa a.s. adalah dongeng semata dan tidak bisa ditemukan dimana pun, sehingga agama yang mengajarkan penyembahan manusia yang telah mati dengan sendirinya menjadikan agama itu sendiri mati. Kebenaran tidak bisa dibatasi hanya kepada dongeng-dongeng lama. Setiap orang memiliki segudang cerita-cerita tentang apa yang dianggap- nya sebagai mukjizat dan keajaiban. Merupakan karakteristik daripada Islam bahwa agama ini tidak hanya menyajikan keselesaan dari hikayat dan dongeng, tetapi juga memberikan kepuasan batin bagi sang pencari dengan tanda-tanda yang hidup.

Seorang pencari kebenaran tidak akan puas dengan penyembahan sia-sia dari sosok yang telah mati dan tidak akan menerima dongeng-dongeng rombengan. Kita ini ibarat memasuki pasaran dunia untuk membeli hanya yang terbaik saja. Kita tidak seharusnya mensia-siakan keimanan kita dengan membarternya dengan barang-barang palsu. Agama yang hidup adalah agama yang memungkinkan kita menemui Tuhan yang Maha Hidup. Tuhan yang hidup adalah Dia yang bisa mengilhami kita secara langsung atau sekurang- kurangnya membawa kita kepada seseorang yang menerima ilham secara langsung. Aku mengumandangkan ke seluruh dunia bahwa Tuhan dari agama Islam adalah Tuhan yang hidup. Mereka yang tidak lagi bisa diajak bicara adalah karena mereka sudah mati dan jelas bukan Tuhan. Tidak ada seorang pun yang bisa melihat tanda-tanda mereka pada masa ini. Ia yang tuhannya sudah mati akan dipermalukan di segala bidang, akan direndahkan dan tidak akan ditolong dengan cara apa pun.

Tujuanku dalam mengumumkan hal ini adalah untuk menunjukkan bahwa sebuah agama yang benar tidak akan berubah. Sebagaimana adanya di awal turunnya, akan begitu juga adanya di akhir masa. Sebuah agama yang benar tidak akan pernah menjadi dongeng-dongeng kuno. Islam adalah agama yang benar dan aku menghimbau semua orang, baik Kristiani, Arya, Yahudi, Brahma dan lain-lain untuk menyaksikan kebenaran Islam. Adakah dari antara mereka itu yang berhasrat mencari Tuhan yang hidup? Kami tidak menyembah sosok mati. Tuhan kami itu hidup. Dia menolong kami melalui ilham, wahyu dan tanda-tanda samawi. Jika ada seorang saja penganut agama Kristen yang serius memang mencari kebenaran, biarlah ia mengadakan suatu perbandingan di antara Tuhan kami yang hidup dengan tuhannya yang mati. Untuk pengujian demikian, kurun waktu empatpuluh hari kiranya memadai. (Majmua Ishtiharat, vol. 2, hal. 310-312).

Oleh: sufimurti | 3 April 2010

Kemajuan Progresif Karena Menganut Islam

Ketika aku merenungi keseluruhan firman Allah s.w.t., aku menemukan bahwa ajaran-ajarannya itu berusaha memperbaiki kondisi alamiah manusia dan mengangkatnya selangkah demi selangkah ke tingkat keruhanian yang lebih tinggi. Pada tahap awal, Allah s.w.t. bermaksud mengajar manusia ketentuan-ketentuan yang bisa disebut dasar, melalui mana merubah kondisinya dari taraf binatang liar ke derajat akhlak tingkat rendah yang bisa dikatakan sebagai kebudayaan atau tamadhun.  Kemudian Dia melatih dan mengangkat manusia dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan akhlak yang lebih tinggi.  Sebenarnya perubahan kondisi alamiah demikian semua itu adalah satu kegiatan, hanya saja terdiri dari beberapa tingkatan. Allah yang Maha Bijaksana telah memberikan sistem akhlak yang sedemikian rupa sehingga manusia bisa merambat dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan yang lebih tinggi. Tingkat ketiga dari perkembangan demikian itu adalah manusia berupaya memperoleh kecintaan dan keridhoan Pencipta-nya dimana keseluruhan wujud dirinya diabdikan kepada Allah s.w.t. Pada tingkat inilah keimanan para Muslim disebut sebagai Islam yang bermakna penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. tanpa ada yang tersisa. (Islami Usulki Philosophy, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 324, London, 1984).

Oleh: sufimurti | 3 April 2010

Islam Agama Yang Benar

Ada dua persyaratan bagi sebuah agama yang mengaku berasal dari Tuhan. Pertama adalah agama tersebut harus bersifat demikian komprehensif, sempurna, lengkap tanpa kekurangan dan bersih dari segala cacat dan noda dalam akidah, ajaran dan perintah-perintahnya, dimana fikiran manusia tidak mungkin merumuskan yang lebih baik lagi. Agama ini harus berada di atas dari semua agama lain menyangkut persyaratan-persyaratan tersebut. Hanya Al-Quran yang mengajukan klaim untuk itu dengan menyatakan:

Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu, dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama’ (S.5 Al-Maidah:4).

Dengan kata lain, Allah s.w.t. meminta kita untuk menyelaraskan diri kita kepada realita yang inheren (melekat) di dalam kata Islam.  Disini ada pengakuan bahwa Al-Quran merupakan ajaran yang sempurna dan bahwa saat turunnya Al-Quran merupakan saat dimana ajaran sempurna tersebut sudah bisa diungkapkan kepada manusia. Hanya Al-Quran yang layak membuat pengakuan demikian, tidak ada kitab samawi lainnya yang pernah mengajukan pernyataan seperti itu. Baik kitab Taurat mau pun Injil tidak mau memberikan pernyataan demikian. Sebaliknya malah, karena kitab Taurat mengemukakan perintah Tuhan bahwa Dia akan membangkitkan seorang Nabi dari antara para saudara Bani Israil dan akan meletakkan Firman-Nya dalam mulut Nabi itu dan barangsiapa tidak mau membuka telinganya bagi firman Tuhan tersebut akan dimintakan pertanggungjawaban. Dari hal ini 1 menjadi jelas bahwa jika Taurat memang sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia di abad-abad berikutnya maka tidak perlu lagi adanya kedatangan Nabi lain dimana manusia diwajibkan mendengar dan patuh kepadanya.  Begitu pula dengan Injil, tidak ada mengandung satu pun pernyataan yang mengemukakan bahwa ajaran yang dibawanya telah sempurna dan komprehensif.  Bahkan jelas ada pengakuan Yesus bahwa masih banyak yang harus disampaikan kepada para murid beliau namun mereka belum kuat menanggungnya, tetapi jika nanti sang Penghibur atau Roh Kebenaran (Paraclete) telah datang maka ia akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran2.

Perjanjian Lama, Ulangan 18:18. (Penterjemah)Perjanjian Baru, Injil Yohanes 16:7-14. Istilah Paraclete terdapat dalam Injil bahasa Yunani atau Greek dan dalam Injil berbahasa Inggris diter jemahkan sebagai Holy Ghost atau Roh Kebenaran dalam Injil bahasa Indonesia. (Penterjemah)

Dengan demikian jelas bahwa Nabi Musa a.s. pun mengakui masih kurang sempurnanya kitab Taurat dan memintakan perhatian umatnya kepada seorang Nabi yang akan datang.  Begitu pula dengan Nabi Isa a.s. yang mengakui kekurang-sempurnaan ajaran yang beliau bawa karena saatnya belum tiba untuk dibukakannya ajaran yang sempurna, tetapi juga mengingatkan bahwa jika nanti Paraclete sudah turun maka ia itulah yang akan memberikan ajaran yang sempurna.  Sebaliknya dengan Al-Quran yang tidak ada meninggalkan persoalan terbuka untuk diselesaikan oleh kitab lainnya sebagaimana halnya dengan Taurat dan Injil, bahkan mengumandangkan kesempurnaan ajaran yang dikandungnya dengan firman:

Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu, dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama’ (S.5 Al-Maidah:4).

Inilah yang menjadi argumentasi pokok yang mendukung Islam sebagai agama yang mengungguli agama-agama lainnya dalam ajaran yang dibawanya sehingga tidak ada agama lain yang bisa dibandingkan dalam kesempurnaan ajaran yang dikandungnya.  Karakteristik kedua daripada Islam yang tidak ada pada agama lain yang juga menjadi bukti kebenarannya adalah agama ini memanifestasikan karunia dan mukjizat yang hidup.  Tanda-tanda yang diperlihatkan Islam tidak saja mengukuhkan kelebihannya di atas agama lain tetapi juga menjadi daya tarik bagi kalbu manusia melalui penampakan Nur-nya yang sempurna.

Karakteristik pertama Islam sebagaimana dijelaskan di atas yaitu mengenai kesempurnaan ajaran yang dibawanya, belumlah cukup konklusif untuk meneguhkan bahwa Islam adalah agama benar yang diturunkan oleh Allah s.w.t. Seorang lawan yang fanatik dan berpandangan cupat, bisa saja mengatakan bahwa bisa jadi agama itu sempurna namun belum tentu berasal dari Tuhan. Karakteristik yang pertama memang bisa memuaskan seorang pencari kebenaran yang bijak setelah diombang-ambingkan oleh berbagai keraguan, membawanya lebih dekat kepada suatu kepastian, namun belum mengukuhkan permasalahannya secara konklusif jika belum dirangkaikan dengan karakteristik kedua. Melalui rangkaian kedua karakteristik  itu maka Nur agama yang benar mencapai kesempurnaannya.  Agama yang benar mengandung ribuan bukti dan Nur, namun dua karakteristik tersebut cukuplah kiranya memberi keyakinan bagi hati seorang pencari kebenaran dan menjelaskan permasalahannya sehingga memuaskan mereka yang menyangkal kebenaran.  Tidak ada lagi yang diperlukan sebagai tambahan. Pada awalnya aku bermaksud mengemukakan tigaratus argumentasi dalam buku Brahini Ahmadiyah. Tetapi setelah direnungi lebih lanjut, aku merasa dua karakteristik ini bisa menggantikan ribuan bukti-bukti lain dan karena itu Allah s.w.t. menjadikan aku merubah rencanaku itu. (Brahini Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 3-6, London, 1984).

Hazrat Rasulullah s.a.w. menggambarkan Allah yang Maha Kuasa dengan segala keagungan-Nya tanpa ada yang dikurangi sedikit pun.  Dia dimunculkan seolah matahari yang memanifestasikan Nur-Nya dari segala penjuru.  Barangsiapa yang berpaling dari matahari haqiqi ini akan menemukan kemudharatan. Kita tidak bisa mengatakan yang bersangkutan sebagai manusia yang berkeimanan baik.  Bisakah seseorang yang terjangkiti lepra dimana anggota tubuhnya telah dirusak oleh penyakit itu, lalu bisa menyatakan bahwa dirinya sehat utuh dan tidak memerlukan perawatan? Jika benar ia mengatakan demikian, bisakah kita berpendapat bahwa ia tidak berdusta?  Kalau ada seseorang menekankan bahwa ia tidak juga menemukan kebenaran Islam, meskipun ia memiliki keimanan yang baik dan meskipun ia telah berupaya dengan segala cara sebagaimana ia mengelola urusan duniawinya, maka masalahnya terpulang kepada Allah s.w.t. Kami belum pernah bertemu dengan manusia seperti itu dan kami beranggapan bahwa adalah tidak mungkin seseorang yang memiliki daya nalar dan indera keadilan, akan memilih agama lain selain Islam.  Orang-orang yang bodoh dan tidak berakal biasanya selalu mengambil sikap sebagaimana yang didiktekan oleh alam bawah sadarnya bahwa beriman kepada Tuhan yang Maha Esa sudah cukup dan tidak perlu lagi mengikuti Yang Mulia Rasulullah s.a.w. Yang harus diingat adalah seorang Nabi itu merupakan wujud yang mencetuskan Ketauhidan yang melahirkan konsep ke Maha-Esa-an serta menunjukkan eksistensi daripada Tuhan. Siapakah yang bisa lebih baik menunjukkan kebenaran selain Allah s.w.t. sendiri? Dia mengisi langit dan bumi ini dengan tanda-tanda yang membuktikan kebenaran daripada Yang Mulia Rasulullah s.a.w. dan di abad ini Dia telah mengutus aku serta memperlihatkan beribu-ribu tanda seperti hujan lebat yang membuktikan kebenaran daripada Hazrat Rasulullah s.a.w. Lalu apa lagi yang kurang dalam pengemukaan kebenaran ini? Mereka yang memiliki penalaran cukup untuk menyangkal, mengapa tidak memikirkan cara untuk mencoba menerima?  Ia yang merasa dirinya bisa melihat pada waktu gelap malam, mengapa tidak bisa melihat di terang siang hari? Sesungguhnya jalan penerimaan itu jauh lebih mudah daripada jalan penyangkalan. Mereka yang jalan fikirannya memang kurang sempurna dan indera tubuhnya tidak normal biarlah diserahkan kepada Allah s.w.t. dan kita tidak perlu pusing karenanya. Mereka itu seperti anak-anak yang mati muda.  Tetapi seorang penyangkal yang jahat tidak bisa memaafkan dirinya atas dasar pertimbangan bahwa ia demikian itu karena berdasarkan itikad baik.  Kiranya perlu dipertanyakan apakah semua indera yang bersangkutan itu memang memadai untuk mempertimbangkan masalah Ketauhidan dan Kenabian.  Jika ia memang mampu menelaah konsep-konsep itu dan tetap menyangkal karena memang itikadnya yang kurang baik, maka orang seperti itu tidak bisa dimaafkan.   Bisakah kita memaklumi seseorang yang telah melihat matahari yang sedang bersinar lalu degil bertahan menyatakan bahwa saat ini sedang tengah malam.  Begitu juga kita tidak bisa memaklumi mereka yang sengaja memutarbalikkan penalaran untuk menolak argumentasi yang dikemukakan demi Islam.  Islam adalah sebuah agama yang hidup.  Seseorang yang bisa membedakan di antara apa yang mati dan yang hidup, bagaimana mungkin ia mengesampingkan Islam dan menganut agama yang sudah mati? (Haqiqatul Wahi, Qadian, Magazine Press, 1907; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 22, hal.180-181, London, 1984).

Oleh: sufimurti | 23 Maret 2010

Berkat Berkelanjutan Dari Islam

Tuhan dari sebuah agama yang benar harus sejalan dengan logika dan sifat alam sehingga eksistensi Wujud-Nya bisa menjadi bukti bagi mereka yang berakal namun tidak memiliki kitab samawi yang bisa mereka imani. Tuhan demikian harus terbebas dari citra paksaan atau kepalsuan.  Kesempurnaan seperti itu menjadi ciri daripada Tuhan yang dikemukakan oleh Kitab Suci Al- Quran.  Para penganut agama lain sudah meninggalkan Tuhan yang asli sebagaimana yang dilakukan umat Kristen, atau mengenakan sifat-sifat rendah dan tidak patut kepada-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh para pagan (penyembah berhala) dan bangsa Arya.  Tuhan dalam agama Islam adalah Tuhan yang benar yang bisa dilihat melalui cermin hukum alam dan nyata pada alam itu sendiri.  Islam tidak ada menciptakan Tuhan yang baru, tetapi mengemukakan Tuhan yang sama sebagaimana digambarkan oleh nur hati dan kesadaran manusia, serta oleh langit dan bumi.

Sifat lain dari suatu agama yang benar adalah bahwa agama itu bukan merupakan kredo yang mati.  Berkat dan keagungan yang dikembangkan di dalamnya dari sejak awal, harus tetap ada sampai dengan akhir dunia, demi peningkatan kesejahteraan umat manusia.  Melalui tanda-tanda yang baru, bias diteguhkan tanda-tanda di masa lalu dan dengan cara ini maka Nur kebenarannya tidak akan usang menjadi dongeng lama.  Aku sudah lama selalu menulis bahwa Kenabian sebagaimana pengakuan dari Penghulu dan Junjungan kita Muhammad s.a.w. serta bukti-bukti samawi dalam bentuk tanda-tanda yang beliau kemukakan, masih tetap berlaku di dalam Islam dan dikaruniakan kepada para pengikut beliau agar mereka bisa mencapai tingkat pemahaman yang sempurna dan menyaksikan Allah s.w.t. secara langsung.   Tanda-tanda yang katanya berasal dari Nabi Isa a.s. adalah dongeng semata dan tidak bisa ditemukan dimana pun, sehingga agama yang mengajarkan penyembahan manusia yang telah mati dengan sendirinya menjadikan agama itu sendiri mati.  Kebenaran tidak bisa dibatasi hanya kepada dongeng-dongeng lama.  Setiap orang memiliki segudang cerita-cerita tentang apa yang dianggapnya sebagai mukjizat dan keajaiban.  Merupakan karakteristik daripada Islam bahwa agama ini tidak hanya menyajikan keselesaan dari hikayat dan dongeng, tetapi juga memberikan kepuasan batin bagi sang pencari dengan tanda-tanda yang hidup.

Seorang pencari kebenaran tidak akan puas dengan penyembahan sia-sia dari sosok yang telah mati dan tidak akan menerima dongeng-dongeng rombengan.   Kita ini ibarat memasuki pasaran dunia untuk membeli hanya yang terbaik saja.  Kita tidak seharusnya mensia-siakan keimanan kita dengan membarternya dengan barang-barang palsu.  Agama yang hidup adalah agama yang memungkinkan kita menemui Tuhan yang Maha Hidup.  Tuhan yang hidup adalah Dia yang bisa mengilhami kita secara langsung atau sekurang-kurangnya membawa kita kepada seseorang yang menerima ilham secara langsung.  Aku mengumandangkan ke seluruh dunia bahwa Tuhan dari agama Islam adalah Tuhan yang hidup.  Mereka yang tidak lagi bisa diajak bicara adalah karena mereka sudah mati dan jelas bukan Tuhan.  Tidak ada seorang pun yang bisa melihat tanda-tanda mereka pada masa ini.  Ia yang tuhannya sudah mati akan dipermalukan di segala bidang, akan direndahkan dan tidak akan ditolong dengan cara apa pun.

Tujuanku dalam mengumumkan hal ini adalah untuk menunjukkan bahwa sebuah agama yang benar tidak akan berubah.  Sebagaimana adanya di awal turunnya, akan begitu juga adanya di akhir masa.  Sebuah agama yang benar tidak akan pernah menjadi dongeng-dongeng kuno.  Islam adalah agama yang benar dan aku menghimbau semua orang, baik Kristiani, Arya, Yahudi, Brahmo dan lain-lain untuk menyaksikan kebenaran Islam.  Adakah dari antara mereka itu yang berhasrat mencari Tuhan yang hidup?  Kami tidak menyembah sosok mati. Tuhan kami itu hidup. Dia menolong kami melalui ilham, wahyu dan tanda-tanda samawi. Jika ada seorang saja penganut agama Kristen yang serius memang mencari kebenaran, biarlah ia mengadakan suatu perbandingan di antara Tuhan kami yang hidup dengan tuhannya yang mati.  Untuk pengujian demikian, kurun waktu empatpuluh hari kiranya memadai. (Majmua Ishtiharat, vol. 2, hal. 310-312).

Oleh: sufimurti | 11 Maret 2010

Berkat Dari Pada Agama Islam

Ketika seorang pencari kebenaran Tuhan memutuskan untuk menerima Islam dan seluruh pancainderanya mulai menapaki jalan Allah yang Maha Kuasa tanpa ada kepura-puraan maka hasil dari upayanya itu akan berbentuk bimbingan Ilahi dalam manifestasi yang lebih tinggi lagi, bebas dari segala hambatan, langsung menuju kepada Wujud-Nya. Berbagai macam berkat akan turun atas dirinya dan semua akidah serta perintah yang tadinya diterima hanya karena mendengar atau diyakini, sekarang dialami sebagai suatu realitas dan kepastian melalui media ru’ya, kashaf dan wahyu. Rahasia-rahasia keimanan dan shariah dibukakan kepadanya dan ia diberikan kesempatan untuk melihat kerajaan Ilahi, dan dengan demikian ia mencapai tingkat keyakinan dan pemahaman keimanan yang sempurna. Karunia berkat akan memberi tanda pada lidah, perkataan, tindakan dan semua gerakannya. Ia akan dikaruniai keberanian dan keteguhan yang luar biasa, dan kemampuan pemahamannya akan berkembang ke tingkat yang amat tinggi. Ia akan terbebas dari berbagai hambatan manusiawi seperti kekejian, kekikiran, kecenderungan untuk tersandung terantuk-antuk, kecupetan pandangan, godaan hawa nafsu, akhlak yang rendah serta semua kegelapan dalam egonya, dan ia akan diisi dengan Nur dari sifat-sifat Ilahi. Dengan demikian ia akan menjalani perubahan total dan seolah-olah mengenakan pakaian dari suatu kelahiran baru. Ia selanjutnya mendengar melalui Allah yang Maha Kuasa, melihat melalui Dia, bergerak bersama-Nya, berhenti karena Dia, kemarahan dirinya menjadi kemurkaan Allah dan kasih sayang dirinya menjadi kasih dari Dia yang Maha Perkasa.

Ketika ia sampai pada taraf demikian maka doa-doanya telah didengar sebagai pertanda bahwa ia itu telah terpilih dan bukan semata-mata sebagai suatu percobaan. Ia akan menjadi bukti eksistensi Allah di muka bumi dan menjadi lambang keamanan dari Tuhan. Langit bergembira atas keadaannya dan berkat dengan nilai yang paling tinggi akan dikaruniakan kepadanya dalam bentuk firman Tuhan yang bebas dari segala keraguan yang akan langsung turun ke hatinya, seperti sinar bulan yang menembus langsung tanpa ada kabut yang menghalangi. Nur tersebut membawa rasa kesenangan yang efektif dan memberikan kepuasan, keselesaan dan keamanan. Perbedaan di antara komunikasi dengan Tuhan seperti ini dibanding dengan wahyu adalah wahyu merupakan sumber mata air yang mengalir abadi bagi hamba-hamba Allah yang terpilih. Mereka itu berbicara, melihat dan mendengar bersama Rohul Kudus dan segala niat mereka merupakan hembusan nafas Rohul Kudus. Sesungguhnya mereka itu menjadi cerminan dan peneguhan dari ayat:

Ia tidak berkata-kata menurut kehendak sendiri. Perkataannya tidak lain melainkan wahyu bersih yang diwahyukan oleh Allah’ (S.53 An-Najm:4-5).

Hal itu hanya bisa digambarkan sebagai manifestasi khusus dari Allah yang Maha Agung yang disampaikan melalui malaikat pilihan. Tujuannya adalah memberikan kesan dari terkabulnya doa-doa yang bersangkutan, atau untuk memberitahukan sesuatu yang baru atau rahasia, atau menyangkut suatu kejadian di masa depan, atau menyampaikan keridhoan atau teguran Ilahi mengenai apa pun, atau juga untuk memberikan kepastian dan pemahaman mengenai suatu hal. Semua itu merupakan firman Ilahi yang dimanifestasikan dalam bentuk percakapan dalam rangka menciptakan pemahaman dan kepuasan. Sulit untuk menjelaskannya lebih lanjut. Semuanya itu berbentuk suara yang datang dari Allah dan diterima dalam bentuk kata-kata yang memberikan kenikmatan penuh dengan berkat, dilambari manifestasi dari keagungan samawi, serta bebas sama sekali dari refleksi atau perasaan dirinya sendiri. (aina Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 226-233, London, 1984).

Aku hanya beriman kepada Islam saja sebagai satu-satunya agama yang benar dan menganggap agama-agama lain sebagai kumpulan berkas kepalsuan. Aku meyakini bahwa dengan beriman kepada agama Islam maka curahan Nur mengalir di seluruh tubuhku. Melalui kecintaan kepada Hazrat Rasulullah s.a.w. aku telah mencapai tingkat kedekatan samawi yang tinggi, serta terkabulnya doa-doaku yang hanya bisa dicapai oleh seorang pengikut Nabi yang benar Rasulullah s.a.w. dan bukan dengan cara lain. Kalau umat Hindu dan Kristen atau pun yang lainnya memohon kepada tuhan-tuhan palsu mereka, bahkan sampai mati pun mereka tidak akan pernah mencapai tingkatan tersebut. Aku benar-benar mendengar suara Tuhan, yang bagi orang lain baru menjadi teori saja. Aku telah diperlihatkan dan diberitahukan serta dijadikan menyadari bahwa hanya Islam saja yang merupakan agama yang benar di dunia. Juga diungkapkan kepadaku bahwa semua yang aku terima itu adalah karena berkat dari mengikuti Khatamul Anbiya s.a.w. dan padanannya tidak akan ditemukan pada agama lainnya, karena semua agama itu adalah palsu. (Aina Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 275-276, London, 1984).

Beribu syukur bagi Allah yang Maha Kuasa yang telah menganugrahkan kepada kita sebuah agama yang bisa menjadi sarana untuk memperoleh pengetahuan mengenai dan ketakutan kepada Tuhan yang tidak adapadanannya sepanjang masa. Beribu berkat semoga diturunkan kepada Yang Mulia Nabi Suci s.a.w. melalui siapa kita masuk dalam agama ini dan beribu rahmat semoga dilimpahkan kepada para sahabat beliau yang telah mengairi taman ini dengan darah mereka.

Islam adalah agama yang demikian diberkati dan dekat dengan Tuhan sehingga orang yang mengikutinya dengan tulus dan mematuhi semua ajaran, tegahan dan petunjuknya sebagaimana diutarakan dalam Kitab Suci Allah yang Maha Luhur yaitu Al-Quran, maka ia akan bersua Tuhan bahkan dalam kehidupan ini sekarang. Untuk mengenali Tuhan yang tersembunyi dari pandangan dunia di belakang ribuan cadar, tidak ada cara lain kecuali dengan mengikuti ajaran Al-Quran. Al-Quran Suci menuntun kita menuju Allah yang Maha Perkasa melalui penalaran dan tanda-tanda samawi dengan cara yang mudah. Kitab ini mengandung berkat dan kekuatan magnetis yang akan menarik seorang pencari Tuhan ke arah Wujud-Nya serta memberikan Nur, kepuasan dan kenyamanan. Seorang yang beriman sepenuhnya kepada Al- Quran tidak hanya akan merenungi bahwa selayaknya ada sosok Pencipta dari alam yang begini indah sebagaimana yang dilakukan para filosof, tetapi ia juga akan memperoleh wawasan batin dan dikaruniai kashaf mulia yang dilihat dengan keyakinan pandangan bahwa Sang Pencipta itu memang benar ada. Ia yang dikaruniai dengan Nur dari Firman Suci itu tidak hanya akan menerkanerka saja sebagaimana mereka yang bersandar kepada logika semata bahwa Tuhan itu Esa, tanpa sekutu, tetapi melalui beratus tanda-tanda cemerlang yang menuntunnya keluar dari kegelapan, melihat sebagai suatu kenyataan bahwa Allah memang tidak mempunyai sekutu, baik dalam Wujud-Nya mau pun dalam Sifat-sifat-Nya. Ia akan mampu menunjukkan kepada dunia bahwa ia meyakini Ketauhidan Ilahi. Keagungan dari Ketauhidan Ilahi memenuhi seluruh relung kalbunya sehingga sejalan dengan kehendak Ilahi, ia akan memandang seluruh dunia ini tidak lebih baik daripada melihat serangga mati dan bahkan tidak berarti apa-apa sama sekali. (Brahini Ahmadiyah, bag. V,  sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal.2526, London, 1984).

Oleh: sufimurti | 10 Maret 2010

Agama Islam Sebagai Realitas Sempurna

Yang utama harus dipahami adalah apa yang dimaksud dengan realitas dari pada Islam, bagaimana cara-cara mencapai realitas tersebut dan apa hasil yang didapat dengan mengikuti realitas demikian karena pengetahuan mengenai hal ini merupakan inti pokok guna memahami berbagai misteri. Alangkah baiknya jika para lawan kita mau mempelajari masalah ini dengan tekun karena berbagai keraguan yang menerpa fikiran mereka adalah akibat dari kegagalan mereka mencerna secara sempurna realitas Islam, sumbersumbernya dan buahnya. Para lawan agama kita juga akan memperoleh manfaat dari telaah demikian. Mereka akan bisa memahami apa yang dimaksud dengan agama dan apa yang menjadi tanda-tanda kebenarannya. Dalam istilah bahasa Arab, kata Islam mengandung arti uang yang dibayarkan untuk menyelesaikan suatu perjanjian, atau menyerahkan urusan kepada seseorang, atau mencari kedamaian, atau menyerah mengenai suatu hal atau pandangan. Pengertian tehnikal daripada Islam dikemukakan dalam ayat:

Yang benar, barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan juga ia berbuat kebajikan, maka bagi ia ada ganjarannya di sisi Tuhan-nya. Dan  tak akan ada ketakutan menimpa mereka mengenai yang akan datang dan tidak pula mereka akan berdukacita mengenai apa yang sudah lampau’ (S.2 Al-Baqarah:113).

Dengan demikian Islam berarti seseorang yang menyerahkan diri sepenuhnya di jalan Allah yang Maha Kuasa, yaitu orang yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah yang Maha Perkasa dalam mengikuti petunjuk-Nya dan berusaha mencari keridhoan-Nya, lalu bersiteguh melakukan amal baik demi Allah s.w.t.dan mengerahkan seluruh kemampuan dirinya untuk tujuan tersebut. Dengan kata lain ia menjadi milik Allah sepenuhnya, baik secara akidah mau pun pelaksanaannya.

Menjadi milik Allah secara akidah mengandung arti bahwa seseorang meyakini kalau dirinya diciptakan sebagai mahluk yang mengakui Allah yang Maha Kuasa, kepatuhan kepada-Nya serta mencari kasih dan keridhoan-Nya. Menjadi milik Allah dalam pelaksanaan bermakna melakukan segala sesuatu yang baik dengan segala kemampuannya secara rajin dan penuh perhatian seolah-olah melihat wujud yang Maha Terkasih di dalam cermin keitaatannya. (Aina Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 57-58, London, 1984).

Realitas daripada Islam adalah seperti menyerahkan leher kita kepada Allah s.w.t. sebagaimana seekor domba kurban, meninggalkan semua keinginan diri sendiri dan mengabdi sepenuhnya kepada keinginan dan keridhoan Allah, melenyapkan diri di dalam Tuhan dan seolah memfanakan dirinya sendiri, menjadi diwarnai dengan kasih Allah serta taat penuh kepada-Nya sematamata karena mengharapkan Kasih-Nya, memperoleh mata yang bisa melihat melalui Dia dan mendapatkan telinga yang bisa mendengar semata-mata melalui Wujud-Nya, menyempurnakan hati yang sepenuhnya diabdikankepada-Nya, dan mendapat lidah yang bicara semata-mata berdasar perintah- Nya. Ini adalah tingkatan dimana semua kegiatan pencaharian telah berakhir, kemampuan manusia telah menyelesaikan semua fungsi-fungsinya dan ego manusia menjadi mati sama sekali. Pada saat itu barulah rahmat Ilahi akan memberikan kepada si pencari itu hidup yang baru melalui kata-kata-Nya yang hidup dan Nur-Nya yang bercahaya. Ia itu akan memperoleh kehormatan berkomunikasi dengan Allah s.w.t. dan sebuah Nur yang indah yang tidak bias dikenali melalui penalaran biasa serta tidak dikenal oleh mata manusia, akan masuk ke dalam hatinya sebagaimana firman Allah:

Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya’ (S.50 Qaf:17).

Melalui cara demikian, Allah mengaruniakan kedekatan Wujud-Nya kepada manusia.

Kemudian datang saatnya dimana kebutaan yang bersangkutan diangkat dan matanya diberi wawasan mendalam dimana manusia akan melihat Tuhan-nya dengan mata yang baru, mendengar suara-Nya serta merasa dirinya diselaputi jubah Nur-Nya. Dengan cara demikian itulah tujuan daripada agama tercapai dan setelah bertemu dengan Tuhan-nya maka manusia akan membuang baju kotor dari kehidupan rendahnya dan mengenakan jubah Nur serta menanti penampilan daripada Allah dan surga, tidak semata-mata sebagai janji yang akan dipenuhi di akhirat, tetapi dalam kehidupan sekarang pun ia sudah akan memperoleh karunia pemandangan, komunikasi dan surga itu sendiri. Sebagaimana dinyatakan Allah s.w.t. bahwa:

Adapun orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka: “Janganlah kamu takut dan jangan pula berduka cita, dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu” (S.41 Ha Mim As-Sajdah:31).

Hal ini berarti bahwa para malaikat akan turun kepada mereka yang menyatakan bahwa Tuhan mereka adalah yang Maha Esa yang memiliki semua sifat sempurna, yang tidak mempunyai sekutu dalam Wujud maupun Sifatsifat- Nya, dimana setelah mengikrarkan demikian mereka lalu bersiteguh sehingga tidak ada yang namanya gempa bumi, bencana atau pun ancaman kematian bisa menggoyang keimanan mereka. Allah s.w.t. berbicara dengan mereka dan meyakinkan mereka agar tidak perlu merasa takut atas segala bencana atau musuh serta jangan merasa sedih atas segala kesialan mereka di masa lalu. Dia meyakinkan mereka bahwa Dia ada beserta mereka dan bahwa Dia telah mengaruniakan kepada mereka surga di dunia ini juga sebagaimana dijanjikan dimana mereka bisa bergembira di dalamnya. Ini adalah janji yang sekarang ini pun telah dipenuhi. Banyak kesaksian dari ribuan orang dalam Islam yang rendah hati yang telah menikmati surga keruhanian sebagaimana dijanjikan dalam firman tersebut. Para penganut Islam yang benar oleh Allah yang Maha Kuasa telah dijadikan pewaris dari para muttaqi terdahulu dan mereka memperoleh karunia sama seperti yang telah diterima para pendahulunya itu. (Khutbah Lahore, Lahore, Rifahi Aam Steam Press, 1904: sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 160- 161, London, 1984).

Seseorang dikatakan Muslim jika seluruh wujudnya beserta seluruh kemampuannya, baik jasmani maupun ruhani, diabdikan seluruhnya kepada Allah yang Maha Agung dan amanah yang ditugaskan oleh yang Maha Agung dilaksanakan olehnya demi atas nama yang Maha Memberi. Ia itu harus memperlihatkan ke-Muslimannya tidak saja secara akidah tetapi juga dalam amal perbuatan. Dengan kata lain, seorang yang mengaku sebagai Muslim harus membuktikan bahwa tangan dan kaki, hati dan fikiran, penalaran dan pemahaman, kemarahan dan kasih, kelembutan dan pengetahuan, semua kemampuan jasmani dan ruhani, kehormatan dan harta bendanya, kesenangan dan kesukaan serta apa pun yang berkaitan dengan dirinya dari puncak kepala sampai ke alas kakinya, berikut dengan segala motivasi dirinya, segala ketakutan, segala nafsu, telah dibaktikan kepada Allah yang Maha Perkasa sebagaimana anggota tubuhnya sendiri berbakti kepada dirinya.

Harus dibuktikan bahwa ketulusannya telah mencapai suatu tingkatan dimana apa pun yang menjadi miliknya bukan lagi haknya tetapi menjadi milik Allah yang Maha Agung, dan bahwa semua anggota tubuh serta kemampuan dirinya telah demikian diabdikan kepada pelayanan Allah s.w.t. seolah-olah semuanya itu menjadi anggota tubuh Ilahi. Renungan atas ayat-ayat tersebut (S.2 Al-BAqarah:113) menunjukkan secara jelas bahwa mengabdikan hidup seseorang kepada pengkhidmatan Allah s.w.t., yang merupakan inti pokok daripada agama Islam, mengandung dua aspek. Pertama, bahwa Allah yang Maha Kuasa harus menjadi tumpuan kepercayaan dan sasaran yang haqiqi serta yang terkasih, dan bahwa tidak ada satu pun yang disekutukan dalam penyembahan Wujud-Nya, kecintaan kepada-Nya serta harapan kepada-Nya. Semua firman, batasan, larangan serta ketentuan- Nya harus diterima dengan kerendahan hati. Semua kebenaran dan pemahaman yang menjadi sarana untuk menghargai kekuasaan-Nya yang Maha Besar serta untuk meneliti keagungan luas kerajaan dan kekuasaan-Nya yang menjadi petunjuk untuk mengenali karunia dan rahmat-Nya, juga harus ditegakkan. Aspek kedua dari pengabdian diri kepada pengkhidmatan Allah yang Maha Kuasa adalah dengan mengabdikan dirinya kepada mengkhidmati mahluk ciptaan-Nya, mengasihi mereka, berbagi beban dan kesedihan mereka. Selayaknya ia bersusahpayah untuk memberikan kesenangan kepada mereka dan mengalami kesedihan untuk bisa memberikan penghiburan.

Dari sini terlihat bahwa yang namanya realitas Islam itu adalah sesuatu yang amat luhur dimana tidak ada seorang pun bisa benar-benar mengaku Muslim sampai ia itu menyerahkan seluruh wujud dirinya kepada Allah s.w.t. berikut dengan segala kemampuan, nafsu, keinginan dan sampai ia mulai menapaki jalan itu sambil menarik diri sepenuhnya dari ego dan sifat-sifat ikutannya. Seseorang disebut Muslim sejati hanya jika kehidupannya yang semula tidak mengindahkan apa pun, telah mengalami revolusi total dan kecenderungan kepada dosa berikut semua nafsu ikutannya, telah dihapus sama sekali, dimana ia memperoleh kehidupan baru yang dicirikan oleh tindakannya yang hanya melaksanakan perintah Allah, dan terdiri semata-mata dari kepatuhan kepada sang Maha Pencipta serta kasih kepada mahluk ciptaan-Nya. Kepatuhan kepada sang Maha Pencipta mengandung arti bahwa untuk memanifestasikan kehormatan-Nya, Keagungan dan Ke-Esaan-Nya, seseorang harus siap menghadapi segala bentuk perendahan dan penghinaan, dan ia harus siap mati beribu kali agar bisa menegakkan Ketauhidan Tuhan. Tangan yang satu harus siap memotong tangan yang lain dengan senang hati sematamata demi ketaatan kepada-Nya dan kecintaan kepada keagungan Firman-Nya serta haus mencahari keridhoan-Nya dimana hal itu menjadikan dosa sebagai suatu yang sangat dibenci seperti api yang menghanguskan atau racun yang mematikan atau petir yang menghancurkan, sehingga seseorang harus melarikan diri menjauhi dengan sekuat tenaganya. Demi memperoleh keridhoan-Nya, kita harus membawahkan semua nafsu ego kita. Untuk menciptakan hubungan dengan Wujud-Nya, kita harus siap memasuki semua bentuk mara bahaya dan untuk membuktikan hubungan demikian, selayaknya kita memutuskan hubungan dengan yang lainnya.

Berkhidmat kepada sesama mahluk mengandung arti bahwa kita harus berupaya demi kemaslahatan mereka dalam segala kebutuhan mereka sematamata karena Allah dimana hubungan saling ketergantungan satu sama lain semata-mata didasarkan pada simpati tanpa pamrih. Siapa pun yang membutuhkan pertolongan harus dibantu dengan segala kemampuan pemberian Tuhan yang dimilikinya dan harus berupaya untuk perbaikannya baik di dunia mau pun di akhirat. (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 59-62, London, 1984).

Oleh: sufimurti | 10 Maret 2010

Perlunya Agama Islam

Baca Selengkapnya..

Oleh: sufimurti | 22 Juli 2009

Mengenali Agama Yang Benar

Mengenali Agama Yang Benarsufi
Agar bisa mengenali apa yang dimaksud sebagai agama yang benar, kita perlu melihat tiga hal. Pertama adalah melihat apa yang menjadi ajaran agama itu mengenai Tuhan.  Yang dimaksud adalah bagaimana pandangan agama itu berkaitan dengan Ke-Esa-an, kekuatan, pengetahuan, kesempurnaan, keagungan, pengganjaran hukuman, pemberian rahmat dan sifat-sifat Ilahi
lainnya.  Kedua, perlu bagi seorang pencari kebenaran untuk menanyakan apa yang diajarkan agama bersangkutan berkaitan dengan dirinya sendiri. Apakah ada dari antara ajaran agama itu yang akan mencederai hubungan antar manusia, atau menyebabkan manusia melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan kepatutan dan kehormatan, atau bertentangan dengan hukum alam, atau tidak mungkin dapat dipatuhi atau dilaksanakan, atau bahkan

membahayakan jika dikerjakan.  Juga perlu memperhatikan apakah ada ajaranajaran penting bagi pengendalian kesemrawutan, malah ditinggalkan. Begitu pula, perlu kiranya mengetahui bagaimana agama itu mempresentasikan Tuhan sebagai yang Maha Pengasih, dengan Wujud mana hubungan harus dihidupkan dan apakah ada mengatur petunjuk-petunjuk yang akan menuntun seseorang dari kegelapan kepada pencerahan, dari keadaan acuh menjadi eling ( selalu ingat). Ketiga, perlu bagi seorang pencari kebenaran untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Tuhan yang dipresentasikan oleh suatu agama bukanlah sosok yang didasarkan pada kisah dan dongeng atau menyerupai barang mati.  Beriman kepada sosok tuhan yang menyerupai benda mati dimana keimanan kepadanya bukan karena adanya manifestasi dirinya tetapi karena rekayasa fikiran manusia, sepertinya menyudutkan Tuhan yang sebenarnya.  Tidak ada gunanya beriman kepada Tuhan yang kekuasaan-Nya tidak bisa dirasakan dan yang Dia sendiri tidak memanifestasikan tanda-tanda eksistensi-Nya.  (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 373-373, London, 1984).

Agama yang mengaku berasal dari Tuhan harus mampu memperlihatkan
tanda-tanda berasal dari Tuhan dan harus menunjukkan meterai Tuhan yang
membuktikan kenyataan bahwa agama itu memang berasal dari Tuhan. Yang
memenuhi syarat demikian adalah Islam. Allah yang tersembunyi bisa dikenali melalui agama ini dan memanifestasikan Wujud-Nya kepada para penganut tulus dari agama ini.   Suatu agama yang benar akan didukung oleh tangan Allah dan melalui agama ini Allah memanifestasikan Wujud-Nya untuk

menunjukkan bahwa Dia itu eksis.   Agama-agama yang sepenuhnya tergantung kepada kisah-kisah dan dongeng, tidak lebih dari merupakan bentuk penyembahan berhala. Agama seperti itu tidak ada memiliki ruh kebenaran.  Jika Tuhan itu hidup sebagaimana ada-Nya, berbicara dan mendengar sebagaimana yang dilakukan-Nya, maka tidak ada alasan bagi-Nya untuk terus berdiam diri seolah-olah Dia tidak ada. Kalau Dia tidak berbicara di abad ini, maka sejalan dengan itu pasti juga Dia tidak mendengar. Dengan kata lain, Dia itu sekarang bukan apa-apa. Hanya agama yang benar yang dapat membuktikan bahwa Tuhan mendengar dan berbicara di masa sekarang ini juga. Dalam agama yang benar, Tuhan menunjukkan eksistensi-Nya melalui bicara-Nya.   Mencari Tuhan bukanlah hal yang mudah dan tidak bisa dilakukan oleh para filosof atau orang-orang bijak duniawi.   Observasi langit dan bumi hanya memberikan kesimpulan bahwa meskipun dengan melihat keteraturannya mengindikasikan kemungkinan adanya sosok Pencipta, namun tidak menjadi bukti nyata bahwa Pencipta itu memang benar ada.   Ada perbedaan besar di antara ‘kemungkinan ada’ dengan ‘ada’ itu sendiri.   Al-Quran adalah satusatunya kitab yang mengemukakan eksistensi-Nya sebagai suatu fakta, yang tidak saja mendorong manusia untuk mencari Tuhan tetapi juga menjadikan Diri-Nya mewujud.  Tidak ada kitab lain yang memanifestasikan Wujud yang
tersembunyi tersebut.   (Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906;
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 351-352, London, 1984).

Agama tidak berarti pertengkaran, penghinaan dan kata-kata kasar yang
dilontarkan atas nama agama.   Dalam konteks demikian, tidak ada yang
memperhatikan penekanan hawa nafsu batin atau penciptaan silaturrahmi

dengan yang Maha Terkasih.   Satu kelompok menyerang kelompok lain seperti di antara hewan anjing dan setiap bentuk kelakuan buruk dipertontonkan atas nama agama.   Orang-orang demikian tidak menyadari apa tujuan kelahiran mereka di dunia dan apa yang menjadi tujuan pokok dari hidup mereka itu.   Mereka tetap saja membutakan mata dan bersikap jahat serta menguar kefanatikan mereka atas nama agama.  Mereka mempertontonkan kelakuan buruk mereka dan menggoyang lidah mereka yang loncer guna mendukung tuhan fiktif yang eksistensinya tidak bisa mereka buktikan.   Apa gunanya agama yang tidak mengajarkan penyembahan sosok Tuhan yang Maha Hidup?
Tuhan yang mereka kemukakan tidak lebih baik dari bangkai mati yang
berjalan karena ditopang penyangga, dimana jika penyangganya diambil maka ia akan jatuh ke tanah.   Satu-satunya yang mereka peroleh dari agama seperti itu adalah kefanatikan membuta.   Mereka sama sekali tidak takut kepada Allah dan tidak memiliki rasa asih kepada umat manusia yang sebenarnya merupakan semulia-mulianya akhlak.   (Brahini Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 28, London, 1984).

Oleh: sufimurti | 22 Juli 2009

INTI POKOK AJARsufiAN ISLAM

Tujuan Daripada Agama
Tujuan pokok daripada menganut suatu agama adalah kita memperoleh kepastian berkaitan dengan Tuhan yang menjadi sumber dari keselamatan, seolah-olah kita bisa melihat Wujud-Nya dengan mata kita.   Unsur kejahatan dalam dosa akan selalu mencoba menghancurkan manusia dimana seseorang tidak akan bisa melepaskan diri dari racun fatal dari dosa sampai ia itu meyakini sepenuh hati beriman kepada Tuhan yang Maha Sempurna dan Maha Hidup, yang menghukum para pendosa dan mengganjar yang muttaqi dengan kenikmatan yang kekal.  Merupakan pengalaman umum bahwa jika kita meyakini akan efek-efek fatal yang ditimbulkan sesuatu maka dengan sendirinya kita tidak akan mendekatinya.   Sebagai contoh, tidak akan ada orang yang menenggak racun secara sadar.   Tidak akan ada orang yang secara sengaja berdiri di depan seekor harimau liar.   Tidak juga orang mau memasukkan tanggannya ke lubang ular berbisa.   Lalu mengapa orang melakukan dosa secara sengaja? Sebabnya adalah karena ia tidak memiliki keyakinan penuh mengenai hal tersebut sebagaimana dengan hal-hal lain yang dicontohkan tadi.   Tugas pertama seseorang dengan demikian adalah berusaha memperoleh keyakinan mengenai eksistensi daripada Tuhan dan menganut suatu agama yang melalui mana hal itu bisa dicapai, agar dengan demikian ia akan menjadi takut kepada Tuhan dan menjauhi dosa.   Lalu bagaimana bisa memperoleh keyakinan demikian?  Jelas bahwa hal seperti itu tidak akan bisa didapat hanya melalui dongeng-dongeng.   Tidak juga bisa diperoleh melalui argumentasi saja.
Satu-satunya cara untuk memperoleh keyakinan adalah dengan mengalami
pendekatan dengan Tuhan berulangkali melalui bercakap-cakap dengan
Wujud-Nya atau dengan menyaksikan berbagai tanda-tanda-Nya yang luar
biasa, atau juga melalui kedekatan dengan seseorang yang memiliki
pengalaman demikian.  (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903;
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 447-448, London, 1984).

Tujuan daripada agama adalah agar manusia memperoleh keselamatan dari hawa nafsunya dan menciptakan kecintaan pribadi kepada Allah yang Maha Kuasa melalui keimanan kepada eksistensi-Nya dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna.   Kecintaan kepada Allah demikian merupakan surga yang akan mewujud dalam berbagai bentuk di akhirat nanti.   Tidak menyadari akan adanya Tuhan dan menjauh dari Wujud-Nya adalah neraka yang akan berbentuk macam-macam di akhirat nanti.   Dengan demikian tujuan haqiqi seorang manusia sewajarnya adalah beriman sepenuhnya kepada Dia.  Sekarang timbul pertanyaan, agama manakah dan kitab apakah yang dapat memenuhi keinginan demikian.   Kitab Injil menyatakan bahwa pintu untuk berbicara dengan Tuhan sudah ditutup dan cara-cara untuk memperoleh kepastian sudah dipateri.   Apa pun yang akan terjadi, sudah terjadi di masa lalu dan tidak ada sesuatu pun di masa depan.   Lalu apa gunanya sebuah agama yang sudah mati demikian? Manfaat apa yang dapat diperoleh dari kitab yang sudah mati? Rahmat apa yang bisa diperoleh dari sosok tuhan yang mati?
(Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906; sekarang dicetak dalam
Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 352-353, London, 1984).

Tujuan dari menerima suatu agama adalah agar Allah yang Tegak dengan Dzat- Nya Sendiri dan yang tidak membutuhkan akan ciptaan-Nya atau pun
sembahan dari ciptaan-Nya itu, akan berkenan dengan diri kita sehingga kita
bisa memperoleh rahmat dan kasih-Nya yang bisa menghapuskan noda dan
karat dalam batin, dan dengan cara demikian dada kita akan dipenuhi dengan
keyakinan dan pemahaman.   Hal seperti itu tidak akan mungkin bisa dicapai
oleh seorang manusia melalui upayanya sendiri.   Karena itu Allah yang Maha

Agung yang menyembunyikan Wujud-Nya serta keajaiban ciptaan-Nya seperti ruh, malaikat, surga, neraka, kebangkitan, kenabian dan lain-lain yang hanya akan dibukakan sebagian saja melalui penalaran, akan menunjuk hambahamba- Nya yang akan beriman pada semua misteri itu. (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 81,
London, 1984).

Older Posts »

Kategori